Gagal Jalankan Eksekusi Ketua PN Jaksel Pantas Dipecat

Tupoksi Ketua Pengadilan Negeri salah satunya adalah menjalankan eksekusi putusan perdata yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) / inkrach van gewijsde. Eksekusi adalah wujud nyata penegakan hukum dan keadilan. Seperti putusan suatu perkara yang merupakan prestasi buah kinerja seorang hakim, menjalankan eksekusi sebuah putusan adalah puncak kinerja pengadilan khususnya ketua pengadilan itu sendiri.

Demikian disampaikan Raden Nuh advokat senior yang juga tokoh aktivis nasional dalam kesempatan usai menjadi narasumber dalam acara pembekalan kader sebuah partai politik di Lobi Hotel Bidakara di kawasan Tebet Jakarta Selatan Sabtu, 22 Juni 2024.

Dalam putusan perkara pidana eksekusi dijalankan dengan penghukuman atau penahanan terdakwa atau pembebasan terdakwa. Kadang kala kala diikuti dengan pembayaran sejumlah uang dan perampasan harta kekayaan si terdakwa,” imbuh Raden.

Selanjutnya mantan aktivis pergerakan mahasiswa itu menjelaskan,  berbeda dengan putusan perkara pidana di mana eksekutor putusan adalah jaksa, dalam perkara pidana, putusan dieksekusi oleh Ketua Pengadilan dibantu juru sita. Begitu krusialnya makna dalam eksekusi suatu putusan, penilaian kinerja seorang ketua pengadilan negeri didasarkan keberhasilan dalam menjalankan putusan yang dikenal dengan nama eksekusi.

Eksekusi Disabotase  Oknum PN Jaksel Ketua MA Pecat Ketua Pengadilan

Undang-undang memberi kewenangan sangat besar kepada ketua pengadilan negeri  atau pengadilan agama dalam menjalankan eksekusi yang maksud dan tujuannya agar tidak ada alasan suatu eksekusi tidak dapat dijalankan. Itulah sebabnya ketika Pengadilan Negeri Jakarta Selatan gagal menjalankan eksekusi sita / blokir rekening milik pihak tereksekusi, itu sama saja Ketua Pengadilan melecehkan putusan sendiri apalagi kegagalan eksekusi disebabkan oleh oknum Ketua Pengadilan sendiri dan atau juru sita.

Demikian pendapat advokat senior Raden Nuh SH menyikapi kegagalan Ketua Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dalam menjalankan eksekusi putusan Nomor 51/Eks.Pdt/2023 Jo. 8/Pdt.G.S/2023/PN.Jkt.Sel. tanggal 25 September 2023.

“Kegagalan Pengadilan menjalankan eksekusi sita rekening bank pihak tereksekusi menimbulkan keraguan terhadap integritas dan kapasitas Ketua Pengadilan. Hampir tidak pernah terjadi sita eksekusi terhadap rekening bank bisa gagal. Jika terjadi dipastikan ada yang salah pada oknum Ketua Pengadilan atau  bahkan lembaga peradilan itu sendiri,” jelas Raden Nuh, aktivis terdepan yang menolak Jokowi jadi. Presiden RI pada tahun 2013-2014.

Oknum PN Berkhianat Bocorkan Informasi Ke Pihak Tereksekusi

Lebih jauh advokat Raden Nuh SH menjelaskan, eksekusi putusan No. . 8/Pdt.G.S/2023/PN.Jkt.Sel. sudah diajukan Penggugat/ Pemohon Eksekusi sejak 20 Juni 2023 akan tetapi penetapan eksekusi baru diterbitkan tiga bulan kemudian yakni 25 September 2023, “Ini jelas pelanggaran, tidak sesuai Standar Operasional dan Prosedur (SOP) Nomor 250 tahun 2022 yang diterbitkan Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung yang mensyaratkan penetapan eksekusi diterbitkan paling lambat sepuluh hari. Ini tiga bulan baru diterbitkan Ketua Pengadilan, di sini saja jelas salah Ketua Pengadilan.”

Kesalahan kedua, eksekusi baru dijalankan pada tanggal 13 November 2023 terlambat hampir dua bulan sejak Eksekusi No. 51/Eks.Pdt/2023 Jo. 8/Pdt.G.S/2023/PN.Jkt.Sel., ditetapkan, “Sudah pasti oknum Ketua Pengadilan tidak menjalankan undang-undang. Dapat dipastikan ada intervensi dari pihak lain atau ada kolusi oknum pengadilan dengan pihak tereksekusi.”

Kesalahan pengadilan atau pelanggaran undang-undang yang dilakukan Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang ketiga adalah pihak pemohon tidak diberitahu sebelum eksekusi dijalankan, “Eksekusi sita rekening bank itu rahasia sifatnya, kecuali kepada si pemohon eksekusi. Nah, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan malah menjalankan sebaliknya, merahasiakan eksekusi kepada pemohon, membocorkannya kepada si termohon. Jika begini sampai kiamat eksekusi tidak akan berhasil.”

Ketua MA Harus Turun Tangan

Pelanggaran keempat dalam menjalankan eksekusi Nomor 51/Eks.Pdt/2023 adalah pengadilan menerbitkan Berita Acara Eksekusi Palsu tanggal 13 Oktober 2023. Berita Acara Eksekusi yang palsu disampaikan juru sita via pesan What’s App, sedangkan Berita Acara Eksekusi yang asli tidak diserahkan kepada pemohon eksekusi.

Pada pelanggaran ini sudah terdapat muatan pidana oleh oknum pengadilan yang terlibat.

Pelanggaran kelima- namun bukan yang terakhir, rekening-rekening objek sita eksekusi ditemukan masih aktif berbeda dengan laporan dan berita acara eksekusi yang dibuat oleh pengadilan yang menyebut rekening bank telah ditutup. “Ini pelecehan terhadap pengadilan yang dilakukan oleh pihak bank dan oknum ketua Pengadilan sendiri. Harus ditindak tegas oleh Ketua Mahkamah Agung sendiri. Kalau tidak akan menjadi awal kehancuran lembaga peradilan Indonesia,” tegas Raden.

By:

Posted in:


Tinggalkan komentar

Rancang situs seperti ini dengan WordPress.com
Mulai